Minggu, 15 Februari 2015
Dark Sleep
Udah lama nih kaga ngepos-ngepos lagi jadi, ini adalah postingan pertama gw dibulan februari yang kelam ini, gonbenasai guys butuh waktu istirahat dulu buat ngepost lagi.
Samantha memiliki dua sahabat baik yang bernama Jenny dan Amber. Ayahnya membawa Samantha untuk pergi liburan akhir pekan dan dia pun mengundang kedua sahabat baiknya untuk datang. Keluarganya memiliki sebuah kabin didalam hutan dan pada hari jum'at, ayah Samantha mengantar anaknya dan kedua temannya kekabin itu.
"Lihat danau itu?" kata Samantha saat mereka sudah tiba. "Itu adalah danau Samantha. Ayahku dulunya dibesarkan disini. Dia sangat menyukai danau itu, dan dia pun menamaiku dengan nama danau itu."
Pada malam harinya, setelah mereka mengeluarkan barang bawaan mereka, ketiga gadis itu duduk dan memikirkan cara untuk menghibur diri.
"Apakah ada yang punya cerita seram?" tanya Amber.
"Aku punya satu," jawab Jenny. "Inia adalah kisah nyata. Ini terjadi pada teman dari temanku. Pada suatu malam dia sedang menjaga dua orang anak kecil. Dia sedang menonton TV dalam kegelapan dan teleponnya berdering. Dia kemudian menggenggam ponselnya dan menjawabnya. Dia mendengar sebuah suara yang sangat berat dan dia berkata 'Apakah kau sudah mengecek anak-anak?'.
"Jenny ayolah!" sela Amber, "Semua orang sudah pernah mendengar kisah itu. Itu adalah kisah yang paling sering diceritakan sepanjang masa! Apakah yang lainnya punya cerita? yang benar-benar nyata?"
"Aku tau satu" kata Samantha, "Sekitar 10 menit berjalan kaki dari sini, ada sebuah rumah tua yang hampir rubuh. Kita melewati rumah itu untuk sampai kemari. Rumah itu berada di antah berantah, tersembunyi dibalik sisi - jalan setapak. Beberapa waktu yang lalu, ada seorang pria yang tinggal dirumah itu. Keluarganya benar-benar kaya dan mereka memiliki ratusan hektar tanah disekitar sini.
Pria itu bertemu dengan seorang gadis desa yang sederhana dari sebuah kota sederhana dan mereka pun jatuh cinta. Keluarganya tidak senang akan hal itu. Mereka berpikir bahwa gadis itu tidak cocok dengannya, tetapi dia tetap mengabaikan hal itu. Dia adalah pria yang tidak suka membeda-bedakan, dan dia pun kemudian pergi dan membangun sebuah rumah kecil di sepotong tanah mereka, di antah berantah.
Ia menikahi gadis itu, dan semuanya berjalan dengan sangat bahagia. Mereka dikaruniai seorang anak perempuan dan akhirnya mereka pun dikaruniai seorang anak laki-laki. Di saat inilah kisah mulai menjadi buruk. Anak mereka sakit. Tidak secara fisik melainkan mental. Dia memiliki kelainan dikepalanya. Dia tidak cacat mental atau apapun. Dia hanya sedikit berbeda.
Pada saat ia berusia sembilan tahun, ia menjadi tidak bisa hanya ditangani oleh kedua orang tuanya, mendadak marah, pola tidur yang tidak teratur, menghilang kedalam hutan untuk bersembunyi, dan hal-hal lainnya. Tidak apa yang harus dilakukan kepada anaknya, pria itu berpaling ke keluarganya untuk mendapat bantuan.
Orang tuanya membawa anak laki-laki itu pergi. Mereka membawanya jauh kedalam hutan. Tempat itu bukanlah sebuah rumah sakit jiwa, tetapi membantu orang-orang yang perlu kebutuhan khusus, jika kalian tahu apa yang kumaksud. Orang tuanya berpikir bahwa ini adalah jalan yang terbaik.
Seiring waktu, keluarga itu terbisa tidak memiliki bocah itu disekitar. Mereka secara bertahap tidak mengunjunginya lagi. Mereka berperilaku seakan-akan mereka tidak pernah memiliki anak laki-laki dan semuanya berjalan bahagia kembali.
Delapan tahun kemudian, anak laki-laki itu, yang sudah berumur sekitar 16 atau 17 tahun, berhasil melarikan diri dari rumah sakit itu. Para staf mencari dia tetapi tidak membuahkan hasil. Keluarganya diberitahu dan mereka pun hancur. Mereka khawatir akan keselamatannya, ia berada sendirian di alam liar selama berminggu-minggu dan mungkin ia sudah mati.
Tetapi anak itu tidak mati. Pada suatu malam ia menemukan jalan pulangnya kembali. Dia merayap kerumahnya dan, satu per satu anggota keluarganya dibantai, Ayahnya..... Ibunya..... Saudaranya..... semuanya dipotong berkeping-keping.
Dengan darah yang masih mengaliri kapak, ia menghilang kedalam hutan. Ketika mayat keluarganya ditemukan beberapa hari kemudian, penduduk disekitarnya merasa ngeri. Polisi berusaha mencari anak itu, tapi tak pernah berhasil. Sampai hari ini ia tidak pernah ditemukan.
Semenjak itu, setiap tahun, saat musim panen, orang-orang mulai menghilang. Dan ditempat mereka, boneka jagung - berkulit akan tertinggal. Legenda menyatakan, jika anak itu sekarang masih menjelajahi hutan bagian ini.
Kota-kota sekitarnya telah mulai mempercayai legenda itu dan mereka pun akan menggantungkan sebuah boneka di depan pintu rumah mereka untuk perlindungan. Mereka mengatakan jika anak itu melihat boneka tergantung di depan pintu rumah mereka, dia akan pergi meninggalkan rumah itu dengan damai. Tidak ada yang tahu legenda itu benar atau tidak, tapi pasti ada boneka yang tergantung di depan setiap rumah di sekitar kota dekat sini.
"Itu begitu mengerikan!" teriak Jenny. "Apakah kau memiliki boneka yang tergantung di depan pintu kabin?"
"Tentu sajah," jawab Samantha, "Ayahku tidak percaya akan mitos, tapi ia menggantung boneka di depan kabin ini untuk jaga-jaga."
"Aku pikir aku membasahi pakaian dalamku," kata Amber.
"Sebenarnya, rumah itu masih dihantui oleh hantu-hantu dari korban pembunuhan anak itu, dan jika kau pergi ke rumah itu saat larut malam, kau akan mendengarnya teralami lagi."
"Menurutmu apakah kita bisa pergi kesana?" tanya Jenny.
"Tentu sajah," jawab Samantha, "Tapi, saat siang hari. Tidak ada gunanya jika kita pergi sekarang."
Malam itu, ketiga gadis itu tertidur di kamar yang sama dan meringkuk bersama-sama, mencoba berpura-pura jika mereka tidak ketakutan akan cerita itu, dan mengharapkan ada sebuah ketukan di jendela setiap saat.
Keesokan paginya, ayah Samantha membuatkan sarapan untuk mereka bertiga, dan kemudian pergi ke danau untuk berenang. Sekitar, tengah hari, mereka memutuskan untuk melakukan perjalanan ke rumah tua itu.
Ketika mereka sampai disana, gadis-gadis itu merasakan kehadiran seseorang atau sesuatu di dalam rumah itu. Hal itu cukup untuk membuat mereka merinding. Mereka menjelajahi reruntuhan rumah tua itu, mengintip ke setiap sudut dan memilah-milih puing-puing.
Setelah beberapa saat, Samantha melihat sesuatu setengah terkubur di dalam tanah. Benda itu adalah buku. Dia menggali keluar dan membersihkannya. Kedua sahabatnya mendekat untuk melihat, mereka membolak-balik halaman buku itu yang sudah menguning.
"Buku ini mungkin sebuah diari atau semacamnya," kata Samantha.
"Mungkin ini adalah jurnal miliknya....." bisik Jenny.
"Diari siapa?" tanya Amber.
"Pria itu..." jawab Jenny. "Orang yang telah menghabisi keluarganya sendiri."
Samantha membaca diari itu dengan keras, sedangkan yang lain mendengarkan.
"Ada dedikasi yang tertulis di sampulnya," kata Samantha. "Bunyinya: untuk keluargayang kucintai serta hargai yang akan selalu bersamaku."
"5 September, 1987. Sangat berat untuk terus menerus sendirian. Yang mereka harus lakukan adalah berbicara denganku, tetapi mereka tidak bisa berbicara denganku. Aku kadang mendengar suara mereka saat larut malam. Aku bisa mendengar teriakan mereka. Hal ini begitu kejam dan kelam. Aku membutuhkan kasih sayang. Tetapi mereka tidak mencintaiku. Obat-obatan itu telah pergi, dan aku bebas, bebas dari mereka semua. Jika mereka tidak menyayangiku, mereka harus pergi. Tertidur dalam kegelapan untuk semua orang. Aku masih bisa mendengar teriakan mereka. Selalu berteriak."
"4 Desember, 1987. Mereka telah berhenti mencariku. Hal itu adalah keberuntungan buatku. Aku tinggal dihutan. Aku memburu mereka, dan membuat mereka tertidur dalam kegelapan. Sama seperti Ayah, Ibu, dan Kakaku. Aku mengunjungi rumahku saat malam hari. Aku masih bisa mendengar suara-suara. Setidaknya, aku bisa mendengar mereka sekarang."
"3 Oktober, 1995. Aku meninggalkan hutan setahun yang lalu dan pindah ke sebuah kota kecil dekat sinih. Tidak ada yang mengenalku. Tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Kadang aku mendengar mereka bercerita tentang kisahku. Itu membuat diriku tertawa. Mereka semua takut padaku. Aku masih datang ke hutan kadang-kadang. Aku menghabiskan malam di rumah tua milikku. Ibu dan Ayah masih bicara dengan ku. Mereka berkata jika mereka bangga padaku."
"2 November, 1998. Kehidupanku berjalan dengan baik. Aku mendapatkan pekerjaan, dan membeli sebuah rumah. Aku bertemu dengan seorang gadis. Dia sangat pemalu dan cantik. Kadang-kadang aku mengajaknya kedalam hutan. Dia menyukainya. Aku membiarkan Ibu dan Ayahku menemuinya mereka pun menyukainya."
"1 Juli, 2000. Hari ini adalah hari spesial untukku, akhirnya istriku dikaruniai seorang bayi perempuan. Aku sangat bahagia. Ibu dan Ayah sekarang menjadi Nenek dan Kakek. Istriku tidak melakukannya dengan baik. Sulit sekali untuknya. Mungkin dia tidak akan berhasil. Mungkin dia akan tertidur dalam kegelapan. Aku senang sekali sekarang."
"13 Agustus, 2010. Aku sangat bangga akan anakku. Dia seperti ku. Kecuali dia lebih pintar dari padaku. Dia tidak punya masalah. Dia tidak bisa mendengar suara-suara itu. Dia pergi ke sekolah dan memiliki banyak teman. Tidak sepertiku. Kadang-kadang aku membawanya kedalam hutan. Aku sangat mencintainya. Aku bahkan menamainya dengan nama danau yang ada dihutan ini, Samantha."
Untuk beberapa saat, setelah Samantha berhenti membaca, ada keheningan yang ganjil.
"Apa-apaan?" teriak Jenny.
"Samantha, apakah ini semacam lelucon?" Tanya Amber dengan gugup, "Ini tidak lucu."
"Ini... ini tidak mungkin terjadi!" bisik Samantha, "Ini tidak mungkin...."
Saat itu mereka mendengar sebuah ranting patah dibelakang mereka. Ketika mereka berbalik, mereka melihat ayah Samantha berdiri disana. Ada yang aneh, ada raut wajah sedih dimukanya, dan dia menggenggam kapak di tangannya.
"Kau tidak seharusnya menemukan itu," gumamnya, "Selamat tidur dalam kegelapan untuk semuanya."
"Tidak Ayah!" teriak Samantha. "TIDAK! TIDAK! TIDAK! TIDAK!"
Saat Ayah Samantha selesai memotong-motong tubuh mereka, dia menaruh potongan-potongan itu disebuah pelastik besar dan menguburnya di dalam hutan..... sangat dalam sehingga tidak akan ada yang menemukan mereka..... Sekarang mereka bisa bersama selamanya.
"Aku akan mengawasi mu sekarang." gumamnya sambil menepuk tanah agar rata dengan sekop. "Kau mungkin tidak akan mengerti untuk sekarang. , tapi kau akan mengerti suatu hari nanti. Ini adalah satu-satunya cara agar kita bisa selalu bersama-sama. Tertidur dalam kegelapan untuk selamanya, kita akan terus bersama selamanya."
Kamis, 05 Februari 2015
The Peephole
Seorang gadis bernama Donna yang berumur 15 tahun tinggal bersama ayahnya di sebuah rumah kecil di pinggiran kota. Semenjak ibunya meninggal, Donna selalu mengandalkan ayahnya untuk segala urusannya. Mereka memiliki hubungan yang harmonis dan saling menyayangi satu sama lain.
Suatu pagi, ayah Donna pergi untuk perjalanan bisnis. Saat mereka sarapan, ayah Donna berkata jika dia akan pulang larut malam. Setelah itu, ia mencium kening anaknya, mengambil tas, dan kemudian berjalan keluar dari rumah.
Kemudian pada hari itu, ketika Donna pulang dari sekolah, ia mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dan menonton TV. Ketika tengah malam, ayahnya masih belum pulang sehingga ia memutuskan untuk pergi ke tempat tidur.
Pada malam itu ia mengalami sebuah mimpi. Dia melihat bahwa dirinya sedang berdiri di tepi jalan raya yang begitu sibuk. Mobil dan truk melaju dengan kecepatan tinggi. Dia memandang ke seberang jalan dan melihat sosok seseorang yang sepertinya ia kenal. Itu adalah ayahya, tanganya seperti membentuk sebuah corong disekitar mulutnya dan tampaknya ia berteriak ke pada Donna, tetapi dia tidak bisa mendengar apapun.
Saat mobil-mobil melaju dengan sangat cepat, ia berusaha mendengar apa yang ayahnya katakan. Mata ayahnya begitu sedih. Dia tampak sangat putus asa untuk mengatakan kepadanya. Dia berhasil mendengar beberapa kata dari ayahnya: "Jangan..... buka..... pintunya....."
Suatu pagi, ayah Donna pergi untuk perjalanan bisnis. Saat mereka sarapan, ayah Donna berkata jika dia akan pulang larut malam. Setelah itu, ia mencium kening anaknya, mengambil tas, dan kemudian berjalan keluar dari rumah.
Kemudian pada hari itu, ketika Donna pulang dari sekolah, ia mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dan menonton TV. Ketika tengah malam, ayahnya masih belum pulang sehingga ia memutuskan untuk pergi ke tempat tidur.
Pada malam itu ia mengalami sebuah mimpi. Dia melihat bahwa dirinya sedang berdiri di tepi jalan raya yang begitu sibuk. Mobil dan truk melaju dengan kecepatan tinggi. Dia memandang ke seberang jalan dan melihat sosok seseorang yang sepertinya ia kenal. Itu adalah ayahya, tanganya seperti membentuk sebuah corong disekitar mulutnya dan tampaknya ia berteriak ke pada Donna, tetapi dia tidak bisa mendengar apapun.
Saat mobil-mobil melaju dengan sangat cepat, ia berusaha mendengar apa yang ayahnya katakan. Mata ayahnya begitu sedih. Dia tampak sangat putus asa untuk mengatakan kepadanya. Dia berhasil mendengar beberapa kata dari ayahnya: "Jangan..... buka..... pintunya....."
Tiba-tiba, Donna terbangun dari mimpinya oleh suatu suara yang aneh.
Tap Tap Tap.
Kemudian ada seseorang yang membunyikan bel di lantai bawah.
Ding ding ding.
Dia bergegas bangun dan langsung memakai sendal tidurnya. Kemudian, dengan hanya menggunakan baju tidurnya ia bergegas menuruni tangga menuju pintu depan.
Dia kemudian mengintip melalui lubang pintu untuk mengecek. Ia melihat ayahnya sedang berdiri di luar sambil terus menatap kepadanya. Sedangkan, bel pintu terus berdering.
"Ok, tunggu! Aku datang!", teriaknya.
Dia kemudian membuka kunci pintu dan hendak membuka pintu, sampai ia berhenti.
Ia kembali mengintip ayahnya melalui lubang pintu. Sesuatu tentang ekspresi ayahnya terlihat janggal, matanya terbuka lebar, sepertinya ia sangat ketakutan.
Dia kembali mengunci pintu rumahnya.
"Ayah!" teriaknya dari balik pinut, "Apakah kau lupa kuncimu?"
Ding ding ding.
"Ayah, jawab aku!!"
Ding ding ding.
"Ayah, tolonglah! Aku perlu kau menjawab ku!"
Ding ding ding.
"Apakah ada orang lain, bersamamu?"
Ding ding ding.
"Kenapa kau tidak menjawab ku?"
Ding ding ding.
"Aku tidak mau membukakan pintu, sampai kau menjawab ku!"
Bel pintu terus berdering dan berdering, tetapi untuk beberapa alasan ayahnya menolak untuk menjawab teriakan putus asa dari anaknya.
Selama sisa malam, gadis yang ketakutan itu terus menerus meringkuk di sudut lorong, tak berdaya sambil terus menerus mendengar bel dari pintu yang terus menerus dibunyikan. Tampaknya hal itu sudah berlangsung selama beberapa jam, dan akhirnya ia terlelap kedalam tidur yang begitu gelisah.
Saat fajar tiba, ia terbangun dan sadar bahwa segalanya begitu tenang. Dia merangkak ke pintu depan dan kemudian melihat melalui lubang pintu. Ayahnya masih ada disana, terus menatap kepadanya.
Dia dengan sangat hati-hati membuka pintu dan dihadapkan dengan sebuah pemandangan yang begitu mengerika.
Kepala ayahnya tergantung dari paku yang berada diatas pintu. Ada sebuah catatan yang melekat di bel pintu.
Disitu tertulis: "Gadis pintar!".
Langganan:
Postingan (Atom)